| 
   
No. 
 | 
  
   
Nama Wali 
 | 
  
   
Nama Asli 
 | 
  
   
Daerah Asal 
 | 
  
   
Keterangan 
 | 
 
| 
   
1. 
 | 
  
   
Sunan Gresik 
 | 
  
   
Maulana
  Malik Ibrahim (Syekh Magribi) 
 | 
  
   
Persia 
 | 
  
   
Maulana
  Malik Ibrahim umumnya dianggap sebagai wali pertama yang mendakwahkan Islam
  di Jawa.Ia mengajarkan cara-cara baru bercocok tanam, berdagang dan banyak
  merangkul rakyat kebanyakan, yaitu golongan masyarakat Jawa yang tersisihkan
  akhir kekuasaan Majapahit. Malik Ibrahim berusaha menarik hati masyarakat,
  yang tengah dilanda krisis ekonomi dan perang saudara.Ia membangun pondokan
  tempat belajar agama di Leran, Gresik. Pada tahun 1419, Malik Ibrahim wafat.
  Makamnya terdapat di desa Gapura Wetan, Gresik, Jawa Timur 
Strategi
  Penyebaran Islam 
Pertama-tama
  yang dilakukannya ialah mendekati masyarakat melalui pergaulan. Budi bahasa
  yang ramah-tamah senantiasa diperlihatkannya di dalam pergaulan sehari-hari.
  Ia tidak menentang secara tajam agama dan kepercayaan hidup dari penduduk
  asli, melainkan hanya memperlihatkan keindahan dan kabaikan yang dibawa oleh
  agama Islam. Berkat keramah-tamahannya, banyak masyarakat yang tertarik masuk
  ke dalam agama Islam. 
Daerah
  Penyebaran. 
Daerah yang
  ditujunya pertama kali ialah desa Sembalo, sekarang adalah daerah Leran,
  Kecamatan Manyar, yaitu 9 kilometer ke arah utara kota Gresik. Ia lalu mulai menyiarkan agama Islam di tanah Jawa
  bagian timur, dengan mendirikan mesjid pertama di desa Pasucinan, Manyar. 
 | 
 
| 
   
2. 
 | 
  
   
Sunan Ampel 
 | 
  
   
Raden Rahmat 
 | 
  
   
Champa. 
 | 
  
   
Sunan Ampel
  umumnya dianggap sebagai sesepuh oleh para wali lainnya.Pesantrennya
  bertempat di Ampel Denta, Surabaya, dan merupakan salah satu pusat penyebaran
  agama Islam tertua di Jawa. 
Syekh Jumadil
  Qubro, dan kedua anaknya, Maulana Malik Ibrahim dan Maulana Ishak bersama
  sama datang ke pulau Jawa. Setelah itu mereka berpisah, Syekh Jumadil Qubro
  tetap di pulau Jawa, Maulana Malik Ibrahim ke Champa, Vietnam Selatan, dan
  adiknya Maulana Ishak mengislamkan Samudra Pasai. 
Di Kerajaan
  Champa, Maulana Malik Ibrahim berhasil mengislamkan Raja Champa, yang
  akhirnya merubah Kerajaan Champa menjadi Kerajaan Islam. Akhirnya dia dijodohkan dengan putri Champa, dan
  lahirlah Raden Rahmat. Di kemudian hari Maulana Malik Ibrahim hijrah ke Pulau
  Jawa tanpa diikuti keluarganya. 
Sunan Ampel datang ke pulau Jawa pada tahun 1443, untuk
  menemui bibinya, Dwarawati. Dwarawati adalah seorang putri Champa yang
  menikah dengan raja Majapahit yang bernama Prabu Kertawijaya. 
Sunan Ampel menikah dengan Nyai Ageng Manila, putri
  seorang adipati di Tuban yang bernama Arya Teja. Mereka dikaruniai 4 orang
  anak, yaitu: Putri Nyai Ageng Maloka, Maulana Makdum Ibrahim (Sunan Bonang),
  Syarifuddin (Sunan Drajat) dan Syarifah, yang merupakan isteri dari Sunan
  Kudus. 
Pada tahun 1479, Sunan Ampel mendirikan Mesjid Agung
  Demak. 
Sunan Ampel diperkirakan wafat pada tahun 1481 di Demak
  dan dimakamkan di sebelah barat Masjid Ampel, Surabaya. 
 | 
 
| 
   
2. 
 | 
  
   
Sunan
  Bonang 
 | 
  
   
Maulana
  Makdum Ibrahim 
 | 
  
   
Tuban
   
 | 
  
   
Sunan Bonang
  banyak berdakwah melalui kesenian untuk menarik penduduk Jawa terutama kota
  Tuban agar memeluk agama Islam.Ia dikatakan sebagai penggubah suluk Wijil dan
  tembang Tombo Ati, yang masih sering dinyanyikan orang. Pembaharuannya pada
  gamelan Jawa ialah dengan memasukkan rebab dan bonang, yang sering
  dihubungkan dengan namanya.Universitas Leiden menyimpan sebuah karya sastra
  bahasa Jawa bernama Het Boek van Bonang atau Buku Bonang. Menurut G.W.J.
  Drewes, itu bukan karya Sunan Bonang namun mungkin saja mengandung ajarannya.
  Sunan Bonang diperkirakan wafat pada tahun 1525 
 | 
 
| 
   
4. 
 | 
  
   
Sunan
  Drajat 
 | 
  
   
Syarifuddin 
 | 
  
   
Lamongan 
 | 
  
   
Sunan Drajat bernama kecil Raden
  Syarifuddin atau Raden Qosim putra Sunan Ampel yang terkenal cerdas. Setelah
  pelajaran Islam dikuasai, beliau mengambil tempat di Desa Drajat wilayah
  Kecamatan Paciran Kabupaten Lamongan sebagai pusat kegiatan dakwahnya sekitar
  abad XV dan XVI Masehi. Ia memegang kendali keprajaan di wilayah perdikan
  Drajat sebagai otonom kerajaan Demak selama 36 tahun.Beliau sebagai Wali
  penyebar Islam yang terkenal berjiwa sosial, sangat memperhatikan nasib kaum
  fakir miskin. Ia terlebih dahulu mengusahakan kesejahteraan sosial baru
  memberikan pemahaman tentang ajaran Islam. Motivasi lebih ditekankan pada
  etos kerja keras, kedermawanan untuk mengentas kemiskinan dan menciptakan
  kemakmuran. Usaha ke arah itu menjadi lebih mudah karena Sunan Drajat
  memperoleh kewenangan untuk mengatur wilayahnya yang mempunyai otonomi.Sebagai
  penghargaan atas keberhasilannya menyebarkan agama Islam dan usahanya
  menanggulangi kemiskinan dengan menciptakan kehidupan yang makmur bagi
  warganya, beliau memperoleh gelar Sunan Mayang Madu dari Raden Patah Sultan
  Demak pada tahun saka 1442 atau 1520 Masehi. 
 | 
 
| 
   
5. 
 | 
  
   
Sunan
  Giri 
 | 
  
   
Raden Paku atau Ainul Yaqin 
 | 
  
   
Demak  
 | 
  
   
Setelah tiga
  tahun berguru kepada ayahnya, Raden Paku atau lebih dikenal dengan Raden
  'Ainul Yaqin kembali ke Jawa. Ia kemudian mendirikan sebuah pesantren giri di
  sebuah perbukitan di desa Sidomukti, Kebomas. Dalam bahasa Jawa, giri berarti
  gunung. Sejak itulah, ia dikenal masyarakat dengan sebutan Sunan
  Giri.Pesantren Giri kemudian menjadi terkenal sebagai salah satu pusat
  penyebaran agama Islam di Jawa, bahkan pengaruhnya sampai ke Madura, Lombok,
  Kalimantan, Sulawesi, dan Maluku. Pengaruh Giri terus berkembang sampai
  menjadi kerajaan kecil yang disebut Giri Kedaton, yang menguasai Gresik dan
  sekitarnya selama beberapa generasi sampai akhirnya ditumbangkan oleh Sultan
  Agung.Terdapat beberapa karya seni tradisional Jawa yang sering dianggap
  berhubungkan dengan Sunan Giri, diantaranya adalah permainan-permainan anak
  seperti Jelungan, Lir-ilir dan Cublak Suweng; serta beberapa gending (lagu
  instrumental Jawa) seperti Asmaradana dan Pucung. 
 | 
 
| 
   
6. 
 | 
  
   
Sunan
  Kudus 
 | 
  
   
Syekh
  Ja’far Shodik 
 | 
  
   
Kudus 
 | 
  
   
Sunan Kudus pernah menjabat sebagai
  panglima perang untuk Kesultanan Demak, dan dalam masa pemerintahan Sunan
  Prawoto dia menjadi penasihat bagi Arya Penangsang. Selain sebagai panglima
  perang untuk Kesultanan Demak, Sunan Kudus juga menjabat sebagai hakim
  pengadilan bagi Kesultanan Demak.Dalam melakukan dakwah penyebaran Islam di
  Kudus, Sunan Kudus menggunakan sapi sebagai sarana penarik masyarakat untuk
  datang untuk mendengarkan dakwahnya. Sunan Kudus juga membangun Menara Kudus
  yang merupakan gabungan kebudayaan Islam dan Hindu yang juga terdapat Masjid
  yang disebut Masjid Menara Kudus.Pada tahun 1530, Sunan Kudus mendirikan
  sebuah mesjid di desa Kerjasan, Kudus Kulon, yang kini terkenal dengan nama
  Masjid Agung Kudus dan masih bertahan hingga sekarang. Sekarang Masjid Agung
  Kudus berada di alun-alun kota Kudus Jawa Tengah.Peninggalan lain dari Sunan
  Kudus adalah permintaannya kepada masyarakat untuk tidak memotong hewan
  kurban sapi dalam perayaan Idul Adha untuk menghormati masyarakat penganut
  agama Hindu dengan mengganti kurban sapi dengan memotong kurban kerbau, pesan
  untuk memotong kurban kerbau ini masih banyak ditaati oleh masyarakat Kudus
  hingga saat ini. 
 | 
 
| 
   
7. 
 | 
  
   
Sunan Kalijogo 
 | 
  
   
Raden Mas Syahid 
 | 
  
   
Tuban
   
 | 
  
   
Strategi
  Penyebaran Islam 
Dalam dakwah,
  ia punya pola yang sama dengan mentor sekaligus sahabat dekatnya, Sunan
  Bonang. Paham keagamaannya cenderung "sufistik berbasis salaf"
  -bukan sufi panteistik (pemujaan semata). Ia juga memilih kesenian dan
  kebudayaan sebagai sarana untuk berdakwah.Ia sangat toleran pada budaya
  lokal. Ia berpendapat bahwa masyarakat akan menjauh jika diserang
  pendiriannya. Maka mereka harus didekati secara bertahap: mengikuti sambil
  mempengaruhi. Sunan Kalijaga berkeyakinan jika Islam sudah dipahami, dengan
  sendirinya kebiasaan lama hilang. Tidak mengherankan, ajaran Sunan Kalijaga
  terkesan sinkretis dalam mengenalkan Islam. Ia menggunakan seni ukir, wayang,
  gamelan, serta seni suara suluk sebagai sarana dakwah. Beberapa lagu suluk ciptaannya yang populer adalah
  Ilir-ilir dan Gundul-gundul Pacul. Dialah menggagas baju takwa, perayaan
  sekatenan, garebeg maulud, serta lakon carangan Layang Kalimasada dan Petruk
  Dadi Ratu ("Petruk Jadi Raja"). Lanskap pusat kota berupa kraton,
  alun-alun dengan dua beringin serta masjid diyakini pula dikonsep oleh Sunan
  Kalijaga. 
Metode dakwah tersebut sangat efektif. Sebagian besar
  adipati di Jawa memeluk Islam melalui Sunan Kalijaga; di antaranya adalah
  adipati Pandanaran, Kartasura, Kebumen, Banyumas, serta Pajang. 
 | 
 
| 
   
8. 
 | 
  
   
Sunan Muria 
 | 
  
   
Raden Umar Syaid 
 | 
  
   
Demak
   
 | 
  
   
Gaya
  berdakwahnya banyak mengambil cara ayahnya, Sunan Kalijaga. Namun berbeda
  dengan sang ayah, Sunan Muria lebih suka tinggal di daerah sangat terpencil
  dan jauh dari pusat kota untuk menyebarkan agama Islam. 
Bergaul dengan rakyat jelata, sambil mengajarkan keterampilan-keterampilan bercocok tanam, berdagang dan melaut adalah kesukaannya. 
Sunan Muria seringkali dijadikan pula sebagai
  penengah dalam konflik internal di Kesultanan Demak (1518-1530), Ia dikenal
  sebagai pribadi yang mampu memecahkan berbagai masalah betapapun rumitnya
  masalah itu. Solusi pemecahannya pun selalu dapat diterima oleh semua pihak
  yang berseteru.Sunan Muria berdakwah dari Jepara, Tayu, Juana hingga sekitar
  Kudus dan Pati.Salah satu hasil dakwahnya lewat seni adalah lagu Sinom dan
  Kinanti. 
Menurut Solichim Salam, sasaran dakwah beliau adalah
  para pedagang, nelayan, pelaut dan rakyat jelata. Beliaulah satu-satunya wali
  yang tetap mempertahankan kesenian gamelan dan wayang sebagai alat dakwah
  untuk menyampaikan Islam. Dan beliau pula yang menciptakan
  tembang Sinom dan Kinanti. 
 | 
 
| 
   
9. 
 | 
  
   
Sunan
  Gunung Jati 
 | 
  
   
Syarif
  Hidayatullah 
 | 
  
   
Cirebon
   
 | 
  
   
Raden Syarif Hidayatullah mewarisi
  kecendrungan spiritual dari kakek buyutnya Syekh Maulana Akbar sehingga
  ketika telah selesai belajar agama di pesantren Syekh Datuk Kahfi beliau
  meneruskan ke Timur Tengah. Tempat mana saja yang dikunjungi masih
  diperselisihkan, kecuali (mungkin) Mekah dan Madinah karena ke 2 tempat itu
  wajib dikunjungi sebagai bagian dari ibadah haji untuk umat Islam.Babad
  Cirebon menyebutkan ketika Pangeran Cakrabuwana membangun kota Cirebon dan
  tidak mempunyai pewaris, maka sepulang dari Timur Tengah Raden Syarif
  Hidayatullah mengambil peranan mambangun kota Cirebon dan menjadi pemimpin
  perkampungan Muslim yang baru dibentuk itu setelah Uwaknya wafat.Masa ini
  kurang banyak diteliti para sejarawan hingga tiba masa pendirian Kesultanan
  Demak tahun 1487 yang mana beliau memberikan andil karena sebagai anggota
  dari Dewan Muballigh yang sekarang kita kenal dengan nama Walisongo. Pada
  masa ini beliau berusia sekitar 37 tahun kurang lebih sama dengan usia Raden
  Patah yang baru diangkat menjadi Sultan Demak I bergelar Alam Akbar Al
  Fattah. Bila Syarif Hidayat keturunan Syekh Maulana Akbar Gujarat dari pihak
  ayah, maka Raden Patah adalah keturunan beliau juga tapi dari pihak ibu yang
  lahir di Campa.Dengan diangkatnya Raden Patah sebagai Sultan di Pulau Jawa
  bukan hanya di Demak, maka Cirebon menjadi semacam Negara Bagian bawahan
  vassal state dari kesultanan Demak, terbukti dengan tidak adanya riwayat
  tentang pelantikan Syarif Hidayatullah secara resmi sebagai Sultan
  Cirebon.Hal ini sesuai dengan strategi yang telah digariskan Sunan Ampel,
  Ulama yang paling di-tua-kan di Dewan Muballigh, bahwa agama Islam akan
  disebarkan di P. Jawa dengan Kesultanan Demak sebagai pelopornya. 
 | 
 







0 komentar:
Posting Komentar